Selasa, 31 Mei 2011

Bagaimana Mentoring Mengubah Hidupku

Mendekatkan Diri pada Allah

A

ku hanya ingin berbagi pengalaman hidup dengan kalian dan memberi tahu bagaimana mentoring berperan besar mengubah segalanya menjadi jauh lebih baik.
Aku merasakan atmosfer yang berbeda saat dulu di SMP dengan di SMAN 1 Bogor. Mengapa? Karena di sini nuansa islami begitu kental terasa. Orang-orangnya pun lebih kompleks sifatnya. Ada yang pendiam, bandel, pintar, alim, orang kaya, dan lain-lain. Secara keseluruhan bagaimanapun sifatnya tetap saja mereka pintar. Lain halnya denganku yang pas-pasan (beuh..sok merendah gini). Aku tak begitu sulit menyesuaikan diri karena di SMP aku sudah banyak berorganisasi. Salah satu organisasi yang aku ikuti adalah DKM. Di sini, aku merasakan kekeluargaan yang begitu hangat. Seminggu sekali aku mengikuti kajian mentoring di mesjid Ar-Rahmah. Di kegiatan mentoring, banyak yang aku dapatkan. Mulai dari teman, nasehat-nasehat, cerita-cerita lucu dan masih banyak lagi.
Setahun pun berlalu. Hari-hariku disibukkan dengan kegiatan-kegiatan ekskul. Saat kelas dua SMA, aku direkomendasikan untuk masuk OSIS sebagai perwakilan dari salah satu ekskul yang aku ikuti. Semakin sibuk saja diriku. Pada suatu waktu, aku mulai merasa jenuh. Aku berpikir bahwa aku butuh teman untuk curhat. Kebetulan di saat-saat keadaanku seperti itu, teman-temanku termasuk beberapa teman DKM menggosipkan bahwa ada seorang perempuan yang suka denganku. Lama-kelamaan aku pun jadi suka sama perempuan itu. Dan akhirnya aku tembak dia. Astagfirulloh...!
Tak lama dari hari penembakan, seisi sekolah langsung tahu berita bahwa aku pacaran dengan seorang perempuan. Aku agak resah juga karena pada saat itu aku menjadi calon kandidat ketua DKM. Aku berpikir dalam hati, mau jadi apa DKM kalau aku jadi ketuanya. Hari-hari kulalui dengan perasaan bersalah. Entah, bersalah sama siapa.

 
      Secara otomatis, aku jadi menjauhi teman-teman DKM-ku. Jarang mengikuti mentoring dan selalu menghindar kalau ada teman DKM yang ingin menasehati. Aku tak mengira tanggapan dari teman-temanku begitu banyak. Tak seperti di SMP dulu. Aku pacaran tidak ditegur sama sekali. Banyak tanggapan-tanggapan kontra kalau aku pacaran. Dengan statusku yang punya pacar, aku dijadikan ketua salah satu deperteman di DKM. Aku semakin bingung, resah, merasa bersalah, dan tak tahu harus berbuat apa. Aku malu dengan perbuatanku sendiri. Aku malu dengan Allah. Aku yang harusnya menjadi penyebar dakwah malah  berbuat yang bertentangan dengan dakwah yang aku serukan. Betapa munafik diriku.
Saat istirahat sekolah aku berpapasan dengan kakak kelasku, seorang akhwat. Kemudian ia berkata padaku, “Fulan, kamu sedang futur ya? Saya kecewa sama kamu. Tadinya saya mau mencalonkan kamu menjadi kabid satu OSIS. Semoga Allah memberikan jalan yang benar sama kamu.” Hatiku langsung tersentak bagaikan terkena petir di siang bolong. Aku langsung merenung.
Seusai sekolah, aku langsung pulang ke rumah. Kata-kata dari kakak kelasku itu masih terngiang di pikiranku. Dan akhirnya aku putuskan untuk tidak pacaran. Tapi aku bingung bagaimana berbicara hal ini pada perempuan yang menjadi pacarku itu. Aku tidak berani. Kemudian aku punya ide yaitu dengan tidak menemuinya lagi dengan maksud agar ia kesal denganku dan akhirnya minta putus. Dan ternyata cara ini berhasil. Dia SMS kepadaku dan minta putus. Berbeda dari respon seorang laki-laki yang sedih ketika diputusin sama pacarnya, aku justru senang (aneh ya??). Perasaanku begitu lega. Perasaan yang sebelumnya selalu merasa bersalah kini menjadi tentram.
        Setelah hari dimana aku jomblo, aku berkumpul lagi dengan teman-temanku di DKM. Walaupun aku pernah bersikap tidak ramah pada mereka, mereka tetap baik padaku. Aku merasakan kekuatan ukhuwah yang luar biasa. Kami mentoring bersama lagi. Kini aku bisa menarik kesimpulan, pacaran bukanlah jalan yang terbaik untuk melepaskan kejenuhan, bukan juga untuk meningkatkan prestasi belajar. Tak ada alasan bagi kita untuk berpacaran kecuali pacaran setelah menikah. Sesungguhnya yang mengatur hati kita adalah Allah. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ketenangan hati bukanlah dengan jalan pacaran melainkan mendekatkan diri pada Allah.
Melalui mentoring aku merasakan perubahan yang signifikan pada diriku. Aku tahu bagaimana seharusnya seorang pemuda Islam harapan bangsa dan umat bersikap. Prestasiku pun meningkat, Alhamdulilah dengan keridhoan Allah aku bisa diterima di dua universitas favorit. Kalian tahu apa yang paling aku syukuri sekarang? Aku bersyukur mempunyai teman seperti kalian. Semoga Allah selalu mempersaudarakan kita hingga di akhirat kelak...Allahu Akbar!!^.^